Suasana diskusi Indonesia Mining Watch terkait Tata Kelola Tambang nasional Jakarta ( WartaMerdeka ) - Dalam sebuah diskusi publik bebe...
Suasana diskusi Indonesia Mining Watch terkait Tata Kelola Tambang nasional |
Pemerintah berani melakukan tindakan yang normatif cacat konsep dan cacat logika, karena mesti bercermin dahulu yang diamanatkan UU No4/2009. Bukan malah berimprovisasi memenuhi hasrat pragmatismenya yang terkesan hanya untuk memenuhi keinginan kelompok pengusaha besar, yang cenderung mempertontonkan kondisi konflik interest yang semakin terang benderang.
Pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan mineral dan batubara nasional terlebih dahulu seperti dalam pasal 6 ayat 1a UU No4/2009. 10 tahun usia UU tersebut tak pernah disinggung dan ini menjadi kegagalan dalam pelaksanaan UU. Perubahan PP 23 sampai 5 kali dan hampir ke 6 menunjukan pelaksanaan UU cenderung reaktif dan hanya mengikuti “kehendak” kelompok tertentu. Dan, akhir-akhir ini pemerintah malah melakukan hal sama yaitu mendesak di setujuinya PP daripada menyelesaikan Omnibus Law dan Perubahan UU No4/2009. Kecacatan normatif ini akan menyebabkan kecacatan kebijakan yang lainnya.
Oleh sebab itu Indonesian Mining Watch (IMW) dan CIRUSS merekomendasikan Pemerintah untuk:
1. Menuntaskan dan menetapkan Kebijakan Nasional Mineral dan Batubara sebelum melakukan perubahan terhadap Undang-undang Minerda dan Peraturan yang berkait.
2. Mineral dan Batubara harus dikembalikan lagi dalam kategori Vital dan strategis sehingga dalam pengelolaannya tidak hanya sekedar komoditi dagang biasa dan sebagai modal awal dan tidak terbarukan maka pengurasan yang berlebihan harus dihindari karena kebutuhan akan energi dan mineral todak akan pernah berkurang.
3. PKP2B harus dikembalikan sebagai WPN dan dikelola oleh BUMN dan pemerintah jangan memaksakan dengan argumentasi yang lemah baik dengan alasan penerimaan negara maupun kepastian investasi.
4. Pemerintah sebaiknya menyiapkan BUMN khusus untuk pengelolaan ex PKP2B daripada sibuk untuk memaksakan RPP23 yang cacat konsep. Kegagalan PT. KobaTin dan Tanitoharum menunjukan Pemerintah lalai terhadap kewajiban UU. Kelalaian tersebut sudah diakui dengan mencabut kembali status Tanito Harum dan hal ini akan menampar pemerintah sendiri apabila pencabutan tersebut dibatalkan.
5. Program nilai tambah untuk mineral harus diberi ruang dibawah Perindustrian atau ESDM karena keekonominnya bisa berbeda-beda terutama untuk perusahaan pengolahan dan pemurnian yang independent karena tingkat keekonomiannya bisa meningkat apabila dikaitkan dengan industri hilirnya (dh).