Jakarta (WartaMerdeka) – Di masa pandemi Covid19 ini, hampir semua kegiatan yang rutin dan lazim dilakukan terhenti. Keharusan "stay at home" untuk memutus rantai penularan virus ini, tidak bisa dihindari, meski menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan kebingungan bagi banyak orang. Hal tersebut wajar dirasakan dan ditemui di mana-mana. Sejalan dengan itu, semangatpun seringkali naik turun menghadapi wabah global tersebut. Hal serupa dirasakan petani hutan di Indonesia. Adanya pelatiham online atau e-learning Perhutanan Sosial (PS) sejak akhir April 2020 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ternyata bisa membuat api semangat belajar petani hutan tetap menyala di masa pandemi ini. "Kita merasa disayang oleh tutor dan panitia. Bahkan merasa sudah seperti saudara. Ini membuat kita tetap bersemangat,” ucap seorang perempuan adat yang juga petani bernama Ramlah, saat ditanya kesannya saat pelatihan. Perempuan muda ini berasal dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ramlah adalah salah seorang peserta e-learning PS.
Jakarta (WartaMerdeka) – Di masa pandemi Covid19 ini, hampir semua kegiatan yang rutin dan lazim dilakukan terhenti. Keharusan "stay at home" untuk memutus rantai penularan virus ini, tidak bisa dihindari, meski menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan kebingungan bagi banyak orang. Hal tersebut wajar dirasakan dan ditemui di mana-mana.
Sejalan dengan itu, semangatpun seringkali naik turun menghadapi wabah global tersebut. Hal serupa dirasakan petani hutan di Indonesia. Adanya pelatiham online atau e-learning Perhutanan Sosial (PS) sejak akhir April 2020 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ternyata bisa membuat api semangat belajar petani hutan tetap menyala di masa pandemi ini.
"Kita merasa disayang oleh tutor dan panitia. Bahkan merasa sudah seperti saudara. Ini membuat kita tetap bersemangat,” ucap seorang perempuan adat yang juga petani bernama Ramlah, saat ditanya kesannya saat pelatihan. Perempuan muda ini berasal dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ramlah adalah salah seorang peserta e-learning PS.
E-learning ini sendiri sampai sekarang berjalan dua gelombang. Gelombang 1 pada 27-30 April 2020 diikuti 498 peserta, sementara gelombang 2 dari 5 - 9 Mei 2020 diikuti 514 peserta. Peserta sendiri berasal dari pendamping dan penyuluh kehutanan serta kelompok petani hutan di berbagai tempat Indonesia, yang sudah mendapatkan akses legal PS.
![]() |
Peserta pelatihan ingin program e-learning terus berlanjut |
Sebelum kelas via zoom ini dimulai, peserta telah mempelajari terlebih dahulu modul dan paparan. Sesudah kelas selesai, ada tugas dan serangkaian tes yang diberikan kepada peserta. Selesai pelatihan empat hari, masih ada tugas membuat rencana tindak lanjut yang nanti akan diterapkan di masing-masing tempat.
E-learning yang padat ini, nyatanya dinikmati peserta. Petani dan pendamping PS tersebut menekuni modul demi modul. Berbagai ekspresi "nyaman namun serius" ditampilkan peserta saat mengikuti kelas. Paling tidak dua orang peserta pada gelombang 1 lalu misalnya, menyimak tutorial sambil menunggu istri melahirkan.
Ada beberapa peserta laki-laki yang duduk di depan kamera hp sambil memangku anak. Ada pula seorang peserta yang sedang belajar nampak ditunggui sang ibu yang ingin tahu aktivitas anaknya.
Lain lagi cerita beberapa petani nun jauh dari Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, ikut pelatihan bersama-sama dengan teman petani lainnya. Pendeknya, semua terlihat bersemangat, terlibat bersama-sama peserta, dari anak, suami, ibu, kerabat dan sahabat.
Mata pelajaran yang diberikan oleh para narasumber dan tutor dirancang sesuai kebutuhan dan bisa diterapkan kepada petani maupun pendamping di tempat masing-masing. "Saya senang, Bu. Kemarin saya dapat pelatihan pemetaan. Jadi saya mulai tahu cara menggunakan GPS. Dan ini memang saya perlukan di kelompok,” aku Andi Samsualang, petani dari Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Senada dengan Andi, petani lainnya, Manawi dari Kelompok Tani Hutan Tandung Billa, Palopo, Sulawesi Selatan, menyebut pelatihan ini menjadi nilai tambah bagi diri dan kelompoknya. "Bermanfaat, Bu," tegasnya tertawa lebar. "Saya jadi makin tahu banyak hal. Pokoknya semangat 45,” ungkapnya penuh percaya diri.
Satu-satunya keluhan yang terkadang timbul adalah masalah sinyal. Perlu kesabaran lebih bagi sebagian peserta yang ada di pelosok atau pedalaman untuk mengakses sinyal, utamanya bagi yang berada di Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara. "Wah sinyal hilang..." Lalu sesaat suara timbul tenggelam dan lenyap. Dan saat muncul kembali, sang petani dengan beberapa temannya sudah nampak berada di luar ruangan.
Latar langit biru dengan pepohonan rindang muncul di layar tutor. Dan ini lazim terjadi bagi peserta yang berasal dari Maluku dan Maluku Utara, misalnya dari Kabupaten Seram Bagian Barat. Meski sinyal hilang timbul, mereka tidak kehabisan akal berpindah tempat secara cepat untuk mencari sinyal demi tetap bisa mengikuti kelas.
Maka saat pelatihan ini berakhir di setiap gelombang, kerap muncul kesan polos menggugah dari peserta. "Saya terharu," ujar Manawi. "Di masa pandemi ini kami tetap diperhatikan." Demkian juga ungkapan Ramlah seperti tertulis di atas tadi, yang merasa disayang oleh tutor dan panitia. Mendengar ungkapan-ungkapan ini, saya yang menjadi salah satu tutor juga turut merasa senang dan terharu.
Ke depan, sesudah pandemi berakhir, beberapa peserta berharap pelatihan seperti ini, bisa dilakukan lagi. Jika perlu dikembangkan terus sesuai kebutuhan petani. Untuk itu, patut kiranya diacungi jempol, e-learning PS oleh KLHK ini ternyata mampu menjaga bara semangat petani di masa Covid19 ini. Bak setetes air di padang pasir (ma).