Babel (WartaMerdeka) – Pada momentum Hari Mangrove Sedunia, Pemerintah konsisten terus memperbaiki kualitas lingkungan, termasuk ekosistem mangrove. KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bersama pemerintah daerah serta masyarakat telah melakukan penyelamatan ekosistem mangrove, dengan menanami kembali sekitar 1.000 hektar mangrove yang rusak setiap tahunnya. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional di 2019, luas mangrove Indonesia ± 3,31 juta Ha, dimana ± 2,67 juta Ha (81%) ekosistem mangrove dalam kondisi baik dan ± 0,67 juta Ha (19%) kondisi kritis dan perlu segera direhabilitasi. Tenaga Ahli Menteri Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (TAM Bidang RHL) KLHK Yuliarto Joko Putranto, menyebut Presiden Jokowi memberikan mandat kepada KLHK untuk melakukan pemulihan, dan pengelolaan hutan mangrove di Indonesia secara lestari.
Presiden Jokowi sudah perintahkan KLHK untuk merawat mangrove lebih baik lagi |
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional di 2019, luas mangrove Indonesia ± 3,31 juta Ha, dimana ± 2,67 juta Ha (81%) ekosistem mangrove dalam kondisi baik dan ± 0,67 juta Ha (19%) kondisi kritis dan perlu segera direhabilitasi.
Tenaga Ahli Menteri Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (TAM Bidang RHL) KLHK Yuliarto Joko Putranto, menyebut Presiden Jokowi memberikan mandat kepada KLHK untuk melakukan pemulihan, dan pengelolaan hutan mangrove di Indonesia secara lestari.
"Pemulihan ini sasarannya pada lahan mangrove kritis, dengan melakukan berbagai pendekatan baik dari sumber daya APBN, APBD, DAK, maupun swadaya masyarakat," tutur Yuliarto saat meninjau lokasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Gempa 01 di Desa Kurau Barat, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung/Babel (3/8).
Yuliarto menjelaskan, ada beberapa teknik yang dikembangkan dalam rehabilitasi mangrove. Misalnya di Desa Kurau Barat, dikembangkan teknik silvofishery. Mereka memadukan budidaya perikanan di areal mangrove. Dengan harapan, mangrovenya tetap terjaga dan lestari, masyarakat juga mendapatkan manfaat yang besar dari ekosistem mangrove.
"Mangrove ini memberikan nilai ekonomi. Dengan adanya hutan mangrove ini, maka ekosistemnya menjadi kaya, karena ada berbagai jenis ikan, burung, kerang, dan kepiting yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi," terang Yuliarto.
"Mangrove ini mempunyai nilai penyerapan karbon yang jauh lebih tinggi, lima kali lebih banyak daripada hutan biasa. Sehingga kalau kita menjaga mangrove ini dengan baik, maka kita bisa mencegah pemanasan global. Dari situlah Pemerintah memiliki komitmen untuk merehabilitasi mangrove yang kritis dan menjaganya," tambahnya.
Provinsi Kepulauan Babel, memiliki mangrove yang luas, yaitu 80.758 hektar. Sebagian besar berada di dalam kawasan hutan, yang menjadi areal kerja BPDASHL Baturusa Cerucuk. Ini jadi faktor penting untuk menyelamatkan ekosistem mangrove di Provinsi Kepulauan Babel khususnya. Di samping itu, ada kearifan lokal dari masyarakat dalam pengelolaannya.
"Seperti di HKm Gempa 01 ini, yang menjadi model bagi masyarakat sekitar di sini, sekaligus bagi seluruh Indonesia. Bisa ditiru bagaimana masyarakat mampu memelihara dan mengelola mangrove secara lestari, sekaligus mendatangkan manfaat secara ekonomi," ucap Yuliarto.
Sementara itu, Kepala BPDASHL Baturusa Cerucuk Tekstianto menjelaskan di 2020 BPDASHL Baturusa Cerucuk mendapatkan alokasi RHL mangrove seluas 75 hektar, yang tersebar di dua pulau yaitu Pulau Bangka 65 hektar, dan Pulau Belitung 10 hektar.
Untuk menunjang RHL mangrove di Desa Kurau Barat, BPDASHL Baturusa Cerucuk memberikan bantuan bibit untuk persemaian sederhana atau semacam kebun bibit desa sebanyak 100.000 batang mangrove kepada HKm Gempa 01.
"Selain bantuan bibit mangrove yang 100.000 batang tadi, kami juga mempunyai program bibit gratis untuk masyarakat berupa bibit jenis tanaman kayu-kayuan maupun MPTS (Multy Purpose Tree Species) sebanyak 700.000 batang. Total tahun ini kami mendapat alokasi 800.000 batang," jelasnya.
Selain kebun bibit, BPDASHL Baturusa Cerucuk juga membuat terobosan dengan memanfaatkan limbah kemasan plastik air mineral sebagai media bibit, yang selama ini menggunakan polybag. Penggunaan kemasan air mineral dari sisi teknis juga memiliki kelebihan. Akar bibitnya menjadi lebih compact dibandingkan dengan polybag, sehingga lebih memudahkan dalam proses pemindahan dan penanamannya (dh).