Jakarta (WartaMerdeka) – Dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2017-2019), empat seri Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, sudah mempunyai luasan relatif stabil atau tetap (± 66 juta ha). Hal ini menggambarkan, tata kelola sudah lebih baik dan stabil. Selain itu, terjadi pengurangan luas deforestasi yang signifikan di dalam PIPPIB hingga ± 38 %. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PKTL-KLHK) Sigit Hardwinarto menyebut, ini menjadi pertimbangan perubahan INPRES dari penundaan menjadi penghentian pemberian Izin baru. "Perubahan tersebut juga mempertimbangkan arah kebijakan pengusahaan hutan untuk optimalisasi perijinan yang sudah ada (existing) dengan menerapkan pengelolaan hutan lestari,” ujar Sigit. Adapun pertimbangan lainnya, yaitu potensi wilayah PIPPIB untuk result-based payment REDD+ sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46/2017 tentang Instrument Ekonomi Lingkungan. Kemudian, potensi untuk target pencapaian NDC melalui implementasi mekanisme REDD+, dan sebagai upaya menyederhanakan administrasi proses perpanjangan INPRES. Guna perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yang tengah berlangsung sebagai upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, KLHK telah menerbitkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 4945/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/8/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode II.
Setiap daerah dalam mengeluarkan izin tata kelola hutan harus konsultasi dengan KLHK |