Papua (WartaMerdeka) – Ketua Presedium Putra-Putri Pejuang Pepera (P5) Yanto Eluay menilai, pernyataan Ketua ULMWP (The United Liberation Movement for
![]() |
Gangguan keamanan di Papua oleh Kelompok Kriminal Bersenjata bukan konflik bersenjata |
“Sehubungan dengan apa yang dilakukan oleh Beny Wenda kami menolak dan menilai itu suatu hal dalam mencari panggung karena dia mulai dianggap gagal. Jadi hal itu semacam pola yang dilakukan untuk mendapatkan perhatian mencari simpatisan Papua merdeka,” ujar Yanto (3/12).
Selaku Ketua Presedium Putra-Putra Pejuang Pepera 1969, Yanto Eluay menganggap bahwa Papua telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Indonesia sehingga keputusan Pepera dianggapnya adalah sesuatu yang final. “Sikap kami tetap berpegang pada putusan Pepera. Kami akan menjaga dan mengawal keputusan Pepera 1969 karena Papua sudah sah menjadi bagian dari NKRI,” jelasnya.
“Sekali lagi saya pertegas bahwa Papua sudah Final berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa hasil Dewan Musyawarah Penentuan Pendapat yang diikuti Rakyat Perwakilan Papua Barat sebanyak seribu orang sudah final, saat itu tokoh-tokoh yang terlibat dalam dewan musyawarah sudah mewakili seluruh masyarakat Irian Barat/Papua barat,” ungkapnya.
Dalam kesempatan lain, di sebuah Diskusi Webinar Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) bertema “Pendekatan Kemanusian dan Keamanan di Papua” (3/12), salah satu pembicaranya adalah mantan Kepala Badan Intelijen Strategis/Bais TNI Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto.
Menurut Soleman, pembahasan di Papua melalui pendekatan kemanusiaan yang didasarkan kepada Hukum HAM (Hak Asasi Manusia) dan pendekatan keamanan didasarkan kepada Hukum Humaniter. Menurutnya, Hukum HAM dan Humaniter dipakai karena keuniversalan hukum ini berlaku dalam dunia internasional.
Jadi, sambung Soleman, situasi di Papua saat ini bukanlah konflik bersenjata, karena yang berada di Papua saat ini adalah kelompok kriminal bersenjata (tindakan kekerasan bersenjata). Karena dalam konflik bersenjata, Hukum Humaniter konflik dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik bersenjata Internasional dan konflik bersenjata internal.
“Apabila ada pasukan pembangkang bersenjata melakukan perlawanan terhadap angkatan bersenjata suatu negara, maka itu adalah konflik bersenjata internal,” katanya. Soleman menyebut, ada tiga poin mengenai keadaan Papua saat ini yaitu : Pertama, mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau hak kelompok dan dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang dilakukan pemerintah atau aparatnya maupun aktor non-negara yang terlibat.
Kedua, hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun oleh siapa pun. Ketiga, hak untuk menentukan nasibnya sendiri (Internal dan Pemisahan ‘pembebasan dan separatis (ma).
Foto: Pendam Ksr