Jakarta (WartaMerdeka) – “Melalui wisata virtual kita dapat menyaksikan keindahan alam, keanekaragaman hayati, sehingga bisa membangkitkan afinitas,
Virtual tur bisa mengobati masyarakat yang dibatasi aktifitasnya di masa pandemi |
Mantan Menteri Lingkungan Hidup ini membahas wisata alam virtual dalam Diskusi Pojok Iklim (14/4) dengan topik “Wisata Alam Virtual di Masa Pandemi”. Sarwono mengakui, di masa pandemi Covid-19, kita berada pada suasana dilematis. Karena harus membatasi kegiatan sehingga berdampak pada kemunduran ekonomi, termasuk di bidang wisata.
Indonesia memiliki destinasi unggul kelas dunia dan teknologi informatika yang memberikan jalan keluar, yaitu berupa wisata virtual. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi KLHK, Nandang Prihadi menyampaikan, akibat adanya pandemi, wisata alam ke kawasan konservasi ditutup untuk meminimalisir penyebaran COVID-19, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Dampak penutupan wisata alam ini menyebabkan terhentinya operasional pelaku usaha wisata alam, hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan berkurangnya perputaran ekonomi dari kegiatan wisata alam di kawasan konservasi. Namun, tambah Nandang, dengan adanya pandemi berdampak positif bagi alam, dan memberikan waktu untuk alam beristirahat dari hiruk pikuk pengunjung, dan memulihan ekosistem secara alami.
“Tren wisata kedepan memiliki strategi 3C (Community, Commodity dan Conservation). Commodity, yaitu bagaimana agar tidak tergantung pada Taman Nasional (TN) atau Taman Wisata Alam (TWA), tetapi harus ada alternatif obyek daya tarik wisata alam di sekitar TN dan TWA. Karena akan ada pemberlakuan kebiasaan baru yang lebih ketat. Unsur Conservation di TN atau TWA seperti pembatasan mass tourism. Selanjutnya Community atau masyarakatnya perlu disiapkan dalam menghadapi kebiasaan baru,” jelas Nandang.
Sementara Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Murlan Dameria Pane menambahkan, di masa pandemi, TNTP membuat video guna mengobati kerinduan para calon pengunjung, tentang bagaimana cara mengunjungi dengan kebiasaan baru. “Virtual Tour mungkin tidak bisa sama dengan kunjungan fisik. Namun dapat mengobati rasa rindu kita terhadap objek wisata alam,” papar Murlan.
Co-founder Jagaddhita dan 'Perkumpulan' untuk Interpretasi Indonesia ('P’InterIn), Wiwien T. Wiyonoputri menyebut, virtual tour memiliki spektrum, layaknya warna. Dari spektrum bentuk pengalaman, Virtual Tour tidak menggantikan pengalaman wisata yang sesungguhnya. Namun bermanfaat bagi banyak orang dan tempat dengan keterbatasan.
Kemudian Founder Sebumi, Iben Yuzenho mengakui, “virtual tour merupakan media alternatif penyampaian pesan konservasi yang efektif dan efisien dalam bentuk promosi dan edukasi interpretasi alam, budaya dan inisiatif keberlanjutan di destinasi ekowisata” (ma).
Foto: abri