Jelang pertemuan Conference of The Parties, United Nations on the Framework of Climate Change Conference (COP-UFCCC) ke 26 di Glaslow, Inggris, Delega
![]() |
Upaya Indonesia merawat alam akan ditonjolkan dalam Sidang COP-26 |
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya secara virtual beri arahan kepada para calon DELRI yang akan menjadi negosiator dalam COP-26 UNFCCC. Pertama, terkait pembaruan Nationally Determined Contributions (Updated NDC) Indonesia. Karena telah berkomitmen menaikkan ambisi adaptasi perubahan iklim, dengan memasukkan aksi-aksi lebih nyata, adaptasi di sektor kelautan, serta terintegrasi dengan isu penting lainnya, seperti keanekaragaman hayati dan desertifikasi.
"Updated NDC juga menambah subjek baru dan penguatan komitmen dengan memasukkan laut, lahan basah (mangrove dan lahan gambut) serta kawasan permukiman (dalam skenario adaptasi). Indonesia juga memperkuat komitmen untuk memanfaatkan berbagai peluang kerjasama internasional," jelas Siti.
Pembaruan NDC secara implisit menunjukkan ambisi 41% target yang akan dicapai, dengan memperkuat langkah implementasi kerjasama teknis luar negeri dalam hal teknologi dan pengembangan sektor swasta. Misalnya, di kegiatan elctro-mobility yang telah dirintis dan dimulai seperti pengembangan listrik solar panel.
Serta mempertegas peran teknologi dan kerjasama internasional swasta dan dukungan internasional, seperti proyeksi rehabilitasi mangrove hingga 600.000 Ha sampai dengan akhir 2024, peningkatan peran rehabilitasi lahan oleh swasta hingga hingga lebih dari 200.000 hektar, hingga pengembangan kompleks green industry supported by green energy di Kalimantan Utara seluas 12.000 Ha.
Kedua, Indonesia telah menyusun strategi jangka panjang sebagai pedoman implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta komitmen NDC lima-tahunan selanjutnya. Sejak 2020, Indonesia telah berproses menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), menuju net-zero emissions dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi yang bertumbuh, berketahanan iklim dan berkeadilan.
"Seluruh sektor harus makin meningkatkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menuju tahun 2050. Selain itu, diharapkan pada tahun 2050 dapat tercapai ketahanan iklim melalui jalur sektoral dan kewilayahan," tekad Siti.
Ketiga, menyakinkan kepada calon delegasi tentang kompetensi Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi. Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.
Pada konteks emisi karbon, bisa dihitung emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2015 sebesar 1,5 Gton CO2 eq. Di 2019 menjadi 0,9 Gton CO2eq. Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, berasal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla)n tercatat sebesar 0,45 Gton CO2 eq. Dan pada 2020 turun menjadi 0,03 Gton CO2 eq.
![]() |
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya |
Kemudian, terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan, Siti menggarisbawahi, Indonesia mulai menghitung tingkat deforestasi sejak 1990. Faktanya, deforestasi tertinggi terjadi pada periode1996 hingga 2000, yaitu sebesar 3,5 juta ha per tahun. Kemudian pada 2002-2014, menurun hingga 600 ribu sampai 400 ribuan ha. Dan, mencapai titik terendah laju deforestasi pada 2020 sebesar 115 ribu ha.
Pertemuan COP 26 mestinya digelar akhir 2020, terpaksa ditunda karena pandemi COVID-19. Tahun ini diharapkan Britania Raya sebagai tuan rumah bersama-sama dengan Italia berupaya agar pertemuan COP 26 dapat dilakukan dengan metoda in-person pada 31 Oktober hingga 12 November 2021 (ma).