Perjuangan untuk kebebasan perempuan di dunia muslim menghadapi tiga tantangan, yaitu teologis, kultural, dan struktural. Secara teologis, pemuka agam
Kebebasan perempuan muslim masih dalam perdebatan |
Hal itu dibahas Prof. Dr. Musdah Mulia, dalam acara Obrolan HATI PENA #10, bertema “Masa Depan Kebebasan Perempuan di Dunia Muslim", digelar oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA di Jakarta (24/10).
Musdah Mulia adalah penulis buku “Ensiklopedi Muslimah Reformis” dan Founder MR Foundation. Diskusi ini dipandu oleh Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Tentang tantangan kultural, Musdah menjelaskan, umumnya umat Islam masih terkungkung dalam budaya patriarkal dan feodalistik. Mereka meyakini ajaran agama sebagai hukum Tuhan yang mutlak, dan tidak dapat berubah.
“Mereka menganut pandangan konservatif, cenderung tidak kritis dan rasional dalam agama. Sehingga sulit menerima ide pembaharuan, seperti HAM, demokrasi, dan pluralisme,” ujar Musdah.
Tentang tantangan struktural, Musdah menunjukkan, umumnya undang-undang dan kebijakan publik belum kondusif bagi tegaknya demokrasi, yang mengedepankan prinsip kesetaraan dan keadilan.
Prof Dr. Musdah Mulia |
Di sisi lain, umumnya cendekiawan dan tokoh agama progresif lebih memilih bersikap diam. Mereka takut disebut liberal dan sekuler. Juga takut mendapatkan stigma dan persekusi dari kelompok radikal (lw).