Krisis ekonomi acapkali menjadi ibu kandung krisis politik. Dalam krisis ekonomi, publik makin sulit memenuhi kebutuhan pokoknya. Sulit menemukan lapa
![]() |
Krisis sosial ekonomi di Sri Lanka |
Hal itu diungkapkan oleh Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, dalam Webinar yang membahas Resesi dan Ketahanan Ekonomi Indonesia. Webinar itu berlangsung di Jakarta (27/10). Sebagai narasumber adalah Prof. Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Politik Institut Pertanian Bogor. Diskusi dipandu oleh Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Denny JA menuturkan, maka krisis ekonomi sering diikuti kerusuhan. Yakni, aksi protes yang masif, yang berujung ke pergantian pimpinan politik nasional. “Ini sering terjadi dalam sejarah,” ujarnya. Denny memberi contoh yang terjadi di Sri Lanka. Sri Lanka dinyatakan bangkrut pada Juli 2022. “Sri Lanka gagal bayar utang senilai 51 miliar dollar AS atau sekitar Rp 750 triliun,” lanjutnya.
Ditambahkan Denny, juga terjadi kurangnya persediaan bahan bakar dan makanan di tengah kemarahan publik. Pada 2021, pemerintah Sri Lanka secara resmi mengumumkan krisis ekonomi terburuk di negeri itu dalam 73 tahun.
![]() |
Denny JA |
Situasi buruk di Sri Lanka terjadi karena tiga faktor. ”Faktor pandemi yang panjang, adanya perang Rusia vs Ukraina, dan buruknya pengelolaan ekonomi nasional,” bahas Denny. Ditambahkan, tak hanya Sri Lanka yang bangkrut. Lebanon, Suriname dan Zambia, dan beberapa negara lainnya juga menyusul. Eropa juga dibayangi resesi ekonomi. Ada ancaman resesi global pada 2023 (dh).
Foto: istimewa