Di teritori di mana terdapat banyak agama dan adat tradisi, ada dua arus besar cara beragama. Pertama, pemurnian agama masing-masing. Kedua, sinkretis
![]() |
Agama dan tradisi banyak ragamnya di Indonesia |
Hal itu diungkapkan oleh Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, dalam Webinar di Jakarta (3/11) yang membahas hubungan antara agama dan adat tradisi. Sebagai narasumber adalah Achmad Charris Zubair, budayawan Yogyakarta.
Denny menyampaikan, jika dalam satu teritori terdapat banyak sekali agama dan adat tradisi yang saling berbeda, kemungkinan terburuk di teritori itu akan terjadi konflik yang permanen, bahkan perang berdarah.
Tetapi kemungkinan lain, di teritori itu muncul sinkretisme budaya, di mana berbagai sistem nilai yang saling berbeda itu tersusun menjadi satu mozaik baru yang damai dan harmonis. Denny mengungkapkan, contoh sinkretisme agama adalah peringatan Satu Syuro. Juga, penyatuan penanggalan Jawa dan Islam sejak zaman Sultan Agung di Mataram.
Waktu itu, Sultan Agung ingin agar ada keserasian antara perayaan-perayaan yang dilakukan kesultanan, yang berdasarkan Tahun Saka asal India dengan hari-hari besar Islam.
Menurut Denny, Jawa menjadi tempat percampuran berbagai agama dan tradisi. Pada abad ke-1, Buddhisme masuk ke Jawa. Lalu, pada abad ke-4, Hindu hadir di Jawa lewat berbagai kerajaan. Ada Tarumanegara di Jawa barat dan Kalingga di Jawa Tengah. Animisme berinteraksi dengan Hindu.
Pada abad ke-16, ada kerajaan Islam di Jawa, yaitu Kesultanan Demak. Masjid tertua di Jawa yang masih berdiri sekarang di Jakarta adalah Masjid Al-Anshor, yang didirikan pada 1648. Lalu abad ke-16, Kristen masuk ke Indonesia lewat pedagang Portugis dan kolonialisme. “Lalu pada abad ke-20, datanglah Teosofi yang coba meramu berbagai agama besar dunia,” lanjut Denny.
Di Indonesia ada satu gerakan olah kejiwaan atau kebatinan asal Jawa yang sudah mendunia, yaitu Subud. Cabangnya ada di Amerika, Inggris, Australia, sampai Amerika Latin. Kongres Dunia Subud diadakan sejak 1959, atau 63 tahun yang lalu.
![]() |
Denny JA |
Foto: Isitmewa