Jakarta (WartaMerdeka) – Ekspor sabut kelapa Indonesia sangat prospektif untuk ditingkatkan. Hal ini seiring meningkatnya permintaan produk turunan kelapa di pasar global sebagai bahan baku Industri. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian melakukan sertifikasi terhadap 100 ton serabut kelapa produksi asal Jawa Barat menuju Negeri Tirai Bambu, Cina. Total nilai ekspor serabut kelapa yang berasal dari petani Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran ini mencapai Rp 396 juta. Kepala Karantina Pertanian Tanjung Priok, Purwo Widiarto serahkan langsung sertifikat kesehatan tumbuhan atau Phytosanitary Certificate (PC) sebagai persyaratan protokol ekspor negara tujuan kepada PT. Nusantara Sukses Sentosa di Depo DNS Cakung, Jakarta Utara (28/4). Penyerahan ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan penyebaran covid-19. Purwo menjelaskan, dari data 2020 periode Januari – April, ekspor serabut kelapa mencapai 1,5 ribu ton senilai Rp 8 miliar dengan negara tujuan terbanyak adalah Cina. Kemudian diikuti pelanggan pasar global lain yakni Jepang, Korea Selatan, Sri Lanka hingga Jerman. “Selama empat bulan terakhir, ekspor serabut kelapa terus menunjukkan peningkatan setiap bulannya, fenomena ini menggeser stigma bahwa serabut yang dulu dianggap limbah, kini malah mampu menyumbang devisa bagi negara," ujarnya.
Serabut kelapa banyak diminati negara tetangga, dan yang terbesar Cina |
Bambu, Cina. Total nilai ekspor serabut kelapa yang berasal dari petani Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis dan Pangandaran ini mencapai Rp 396 juta.
Kepala Karantina Pertanian Tanjung Priok, Purwo Widiarto serahkan langsung sertifikat kesehatan tumbuhan atau Phytosanitary Certificate (PC) sebagai persyaratan protokol ekspor negara tujuan kepada PT. Nusantara Sukses Sentosa di Depo DNS Cakung, Jakarta Utara (28/4). Penyerahan ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan penyebaran covid-19.
Purwo menjelaskan, dari data 2020 periode Januari – April, ekspor serabut kelapa mencapai 1,5 ribu ton senilai Rp 8 miliar dengan negara tujuan terbanyak adalah Cina. Kemudian diikuti pelanggan pasar global lain yakni Jepang, Korea Selatan, Sri Lanka hingga Jerman. “Selama empat bulan terakhir, ekspor serabut kelapa terus menunjukkan peningkatan setiap bulannya, fenomena ini menggeser stigma bahwa serabut yang dulu dianggap limbah, kini malah mampu menyumbang devisa bagi negara," ujarnya.
Menurut Stanley Aliwarga selaku pihak yang dikuasakan PT. Nusantara Sukses Sentosa, serabut kelapa meski termasuk dalam salah satu jenis limbah, namun dapat dipakai menjadi banyak hal seperti sebagai media tanam, antara lain di Korea dan Jepang. Di Jerman, sejumlah perusahaan otomotif memakai sabut kelapa sebagai salah satu bahan baku jok mobil. Selain itu, juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar kerajinan, bahan bakar, pupuk organik dan briket, serta sebagai komponen alat penyaring air.
“Sejak awal tahun ini sesuai permintaan Cina, kami sudah mengekspor serabut kelapa yang telah disertifikasi oleh pihak Karantina Pertanian Tanjung Priok sebanyak 304 ton, dan jika dirupiahkan sekitar Rp 1,2 miliar,” tambahnya. Dari data otomasi karantina pertanian, periode sepanjang 2019 ekspor serabut kelapa tertinggi yaitu tujuan Cina dengan volume 5,4 ribu ton sebanyak 100 kali pengiriman. Diikuti ekspor tujuan Jepang dengan pengiriman 16 kali dan volume 972 ton. Selanjutnya tujuan Korea Selatan dengan volume 419 ton dikirim 29 kali. Thailand dengan volume 164 ton dikirim dua kali, Korea Utara sebanyak 18 ton dengan satu kali pengiriman. Selain itu tujuan Sri Lanka dikirim 2 kali berkisar 6 ton, Afrika Selatan 2 ton dan Jerman 0,25 kilogram dengan masing-masing satu kali pengiriman.
Secara terpisah, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan Ali Jamil menyebut, meski saat wabah Covid-19, aktivitas produk pertanian Indonesia tidak boleh berhenti, sesuai arahan Mentan. “Ditengah kondisi ekonomi melamban, alhamdulilah tidak menghambat sektor pertanian untuk terus berproduksi, salah satunya mengolah serabut kelapa ini, ungkap Jamil (ma).