Manado (WartaMerdeka) – Berkas penyidikan yang dilakukan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum-KLHK) Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado, dengan tersangka oknum Polisi Kehutanan/Polhut, HFP (47) dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (14/9). Selanjutnya, tersangka yang terlibat illegal logging di Kabupaten Minahasa Selatan ini, segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Amurang Minahasa Selatan. Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan menyebut, HFP adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan Polisi Kehutanan, saat ini bertugas di Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Tersangka sebagai aparatur sipil negara seharusnya memberi contoh, bukan terlibat dalam kejahatan illegal logging |
Manado (WartaMerdeka) – Berkas penyidikan yang dilakukan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum-KLHK) Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado, dengan tersangka oknum Polisi Kehutanan/Polhut, HFP (47) dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (14/9).
Selanjutnya, tersangka yang terlibat illegal logging di Kabupaten Minahasa Selatan ini, segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Amurang Minahasa Selatan. Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan menyebut, HFP adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan Polisi Kehutanan, saat ini bertugas di Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Penyidikan tersangka HFP ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya dengan tersangka BJE (39). BJE tertangkap tangan mengangkut hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK). Dodi menambahkan, HFP ditetapkan sebagai orang yang menyuruh tersangka BJE untuk mengangkut kayu dari Bintauna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Tersangka HFP dikenakan Pasal 83 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf e dan atau pasal 88 ayat (1) huruf a jo pasal 16 UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan (P3H), Jo Pasal 55 ke 1 KUHP, dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak 2,5 milyar rupiah.
Saat ini, tersangka HFP ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) berdasarkan surat Kepolisian Daerah Sulawesi Utara Nomor B/355/VIII/RES.10.2/2020/ Ditreskrimsus tanggal 28 Agustus 2020, karena tidak kooperatif dan memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Penyidik.
Tersangka melalui Kuasa Hukumnya mengajukan Praperadilan di PN Amurang Provinsi Sulut dengan Nomor Perkara : Nomor: 1/Pid.Pra/2020/PN.Amr, terhadap Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK. Hakim PN Amurang menolak Gugatan Praperadilannya, seperti termuat dalam putusan PN Amurang No: 1/Pid.Pra/2020/PN.Amr, tertanggal 14 September 2020.
Menurut Dodi, saat ini penyidik Gakkum LHK bersama Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulut dan Polda Sulut sedang mencari dan berupaya menghadirkan tersangka, karena HFP sampai saat ini tidak kooperatif. Dodi mengatakan penyidik sedang menyiapkan langkah penyidikan lanjutan terkait dengan pengenaan tindak pidana menghalangi atau menggagalkan penyidikan. "Saudara HFP harus dihukum seberat-beratnya sebagai aparat hukum, dia seharusnya memberikan contoh, bukan sebaliknya terlibat dalam kejahatan illegal logging," tegas Dodi (ma).