Dalam rangka menggali peluang dan tantangan pengembangan B30 dalam pengendalian perubahan iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kem
![]() |
Indonesia miliki potensi energy terbarukan biodiesel yang sangat besar |
Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja menyampaikan, saat ini pemerintah sedang berupaya melakukan reformasi energi dengan beralih ke arah energi baru terbarukan dan meninggalkan energi fosil. B30 ini merupakan langkah awal dari pengembangan bioenergi yang sangat banyak alternatif dan pilihannya.
“Oleh karena itu ada dua semboyan untuk melangkah menuju reformasi energi. Pertama "think globally act locally", dan kedua "think big and start small". Kalau kita petakan peralihan bioenergi dari energi fosil, masalahnya sangat kompleks, sehingga berbagai variabel harus didalami dan diperhitungkan. Mengingat biodiversitas kita sangat kaya, kedepan kita harus mengembangkan sumber biofuel dari sumber nabati yang beragam,” kata Sarwono.
Selanjutnya, Koordinator Keteknikan Bioenergi, Direktorat Bioenergi, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Efendi Manurung menyebut, dari target bauran energi dari EBT sebesar 23% pada 2025, saat ini telah tercapai sebesar 11,2%. Program mandatori B30 merupakan salah satu upaya dari sektor energi untuk mencapai target pengurangan emisi sebagaimana dituangkan dalam Paris Agreement.
Upaya persiapan B30 diantaranya melakukan revisi SNI biodiesel, uji jalan atau fungsi B30, memastikan kesiapan produsen biodiesel, metode sistem handling dan penyiapan yang tepat, dan kesiapan infrastruktur, serta melakukan sosialisasi untuk memastikan penerimaan publik.
Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) harus mengikuti prinsip keberlanjutan, memaksimalkan keterlibatan petani, standar mutu yang semakin baik, proses yang makin efisien, harga biodiesel yang stabil dan terkendali.
“Biofuel ke depan tidak terbatas untuk biodiesel. Tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, tapi didorong yang berbasis kerakyatan, spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen, pemanfaatan by product biodiesel, dan pemanfaatan hasil sawit non-CPO,” jelas Efendi.
Kemudian, Kepala Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi, BPPT, Heri Setiapraja mengemukakan, penerapan B30 di Indonesia telah melalui kajian yang melibatkan seluruh stakeholder terkait. Rekomendasi kajian telah diimplementasikan melalui penetapan standar baru properti biodiesel, penanganan dan penyimpanannya.
Kinerja kendaraan secara umum tidak berubah signifikan dari bahan bakar B20 menjadi B30. “Penerapan energi B30 untuk teknologi Euro4 memerlukan kajian khusus yang lebih detail, terutama terkait kajian system exhaust after treatment,” terang Heri.
Intinya, sambung Sarwono, B30 merupakan langkah awal reformasi energi karena menghadapi banyak pilihan dalam rangka membuat kebijakan energi meninggalkan energi fosil. Dengan ketekunan dan komitmen para pihak, reformasi energi akan terjadi dan Indonesia bisa menjadi negara yang menyumbangkan suatu yang substansif untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.