Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakart
Kehadiran kawasan konservasi seperti SM membantu menekan konflik satwa dengan manusia |
Kegiatan ini masih terkait peringati Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2021. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pelepasliaran satwa di seluruh wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) secara serentak dan simultan mulai Mei hingga Desember 2021, mengambil tema: “Living In Harmony with Nature: Melestarikan Satwa Liar Milik Negara”.
Sanca Kembang (Malayopython reticulatus) yang dilepasliarkan ini merupakan hasil penetasan telur dari penyerahan Damkar DIY yang dititiprawatkan di Wildlife Rescue Center pada 27 Desember 2020. Selama enam bulan ular sanca tersebut dirawat WRC hingga siap dilepasliarkan, dilakukan oleh personil Seksi Konservasi Wilayah I, Resort Konservasi Wilayah Kulon Progo dan Wildlife Rescue Center Yogyakarta.
Sanca Kembang merupakan jenis satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, Sanca Kembang (Malayopython reticulatus) berstatus Least Concern atau spesies beresiko rendah untuk punah di alam liar dan termasuk appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Masyarakat selalu diedukasi untuk ikut merawat satwa |
Kepala Balai KSDA Yogyakarta Muhammad Wahyudi menyampaikan, di wilayah Yogyakarta masih terdapat potensi konflik satwa dengan manusia yang salah satunya adalah Sanca Kembang. “Kita semua menyadari perkembangan infrastruktur secara tidak langsung memberikan dampak kepada masyarakat, termasuk juga terhadap habitat satwa yang ada di sekitar masyarakat," jelas Wahyudi.
Semakin dekatnya permukiman dengan habitat satwa menyebabkan timbulnya konflik satwa yang jika tak segera diatasi dapat memicu timbulnya masalah membesar. Tak hanya satwa yang menjadi korban, namun manusia juga beresiko akibat konflik tersebut. Jadi, keberadaan kawasan konservasi seperti suaka margasatwa bisa sebagai salah satu alternatif solusi menekan konflik satwa dengan manusia (lw).