Jakarta (WartaMerdeka) – Ada tiga posisi dalam merespons teknologi digital: Antusiasme teknologis, konservatisme humanis, dan realisme Kritis. Dari pe
![]() |
Manusia perlu menyiapkan diri sambut era digital agar tidak sekedar ikut-ikutan |
Ini dikupas Prof. Dr. Franky Budi Hardiman, dosen filsafat dan penulis buku “Aku Klik Maka Aku Ada,” saat menjadi narasumber di Obrolan HATI PENA #6, bertema “Disrupsi Membunuh Siapa?” Acara ini diselenggarakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (26/9). Narasumber lain adalah Ajisatria Suleiman, praktisi kebijakan digital dan penulis buku “Jaring Pengaman Digital.”
Dalam webinar ini, Budi Hardiman menjelaskan materi pokok bukunya tentang fenomena komunikasi digital, untuk menemukan pola, struktur, dan ciri khasnya, dibandingkan dengan komunikasi korporeal.
Fenomenologi yang dipilih Budi bersifat “lunak,” karena tidak bersih dari aspek normatif seperti pada fenomenologi ketat. Fenomena yang didekati adalah: Transformasi manusia, fanatisme digital, post-truth politics, pandemi dan digitalitas, serta tindakan digital.
![]() |
Prof. Dr. Franky Budi Hardiman penulis buku “Aku Klik Maka Aku Ada” |
Pada kesempatan itu, Budi menegaskan, etika komunikasi digital perlu dibangun dengan mentematisasi “klik” sebagai tindakan digital. Tindakan digital ini memiliki bobot moral dan tanggung jawab lebih besar daripada tindakan korporeal, karena efek deteritorialisasi, banalisasi, dan dekorporealisasinya (dh).
Foto: Istimewa