Menganggap sains bisa memecahkan seluruh masalah atau menjawab pertanyaan kunci (the ultimate questions) kehidupan, terlalu berlebihan. Itu artinya, o
Tak semua masalah kehidupan diselesaikan dengan sains |
Demikian ucap Dr Satrio Arismunandar, alumnus S3 Filsafat UI yang juga Sekjen SATUPENA, saat membahas Obrolan Hati Pena #15, berlangsung di Jakarta (28/11).
Tampil sebagai pembicara utama dalam webinar ini, Dr. Budhy Munawar Rachman, dosen STF Driyarkara. Budhy. Webinar diselenggarakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA.
Menurut Budhy, Sains, filsafat dan agama memiliki kedudukan masing-masing yang kokoh, sesuai dengan permainan bahasa (language games) nya. Hal ini dilihat dari perspektif filsafat bahasa dari filsuf Ludwig Wittgenstein.
Budhy menjelaskan, menurut Wittgenstein, untuk mengerti fungsi bahasa, perhatian harus dialihkan. Yakni, dari logika dan penyusunan bahasa yang sempurna, kepada logika bahasa sehari-hari, bahasa common sense.
Karena permainan inilah, bahasa mempunyai berbagai macam penggunaan, tergantung dari konteksnya. Bahasa logika, yang menjadi fondasi bahasa sains, tidak dapat memecahkan seluruh persoalan yang timbul dari pemakaian bahasa.
Hal ini karena makna tergantung dari penggunaan. “Malahan, bahasa logika akan mengakibatkan suatu distorsi yang serius, jika dipaksakan untuk memahami sesuatu yang memang struktur epistemologisnya ada di luar fakta empiris,” papar Budhy.