Masyarakat Betawi umumnya saat ini belum memiliki kompetensi yang baik, dalam persaingan di segala aspek kehidupan. Termasuk dalam aspek ekonomi, poli
Simbol Budaya Betawi dalam sebuah perkampungan di Jakarta |
Hal itu dinyatakan oleh Fawzy O’nishi, pengamat budaya Betawi, dalam Webinar di Jakarta (1/12). Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.
Fawzy memaparkan, adat tradisi dan budaya Betawi saat ini terus diterpa badai dan pergeseran budaya. “Padahal ini adalah salah satu budaya yang terlahir sangat epik, di tanah strategis yang paling diperebutkan para wangsa,” tuturnya.
Betawi, menjadi melting pot peleburan budaya, serta dapat dikategorikan paling memiliki nafas kebangsaan dalam kaleidoskop sejarah Indonesia. Namun, kini di zaman modern yang terus berkembang, semakin bermunculan fenomena aftershock, seperti halnya bencana gempa. Keberadaan tradisi budaya semakin tergoncang, tak memiliki kepastian.
“Budaya Betawi di Jakarta adalah salah satu yang paling merasakan dampak demikian. Kurangnya kemampuan ekonomi, menjadi salah satu faktor penyebab tertinggalnya masyarakat Betawi di dalam persaingan ibu kota,” sambung Fawzy.
Banyak kalangan berpandangan, salah satu faktor penyebab ketertinggalannya juga pada mindset masyarakatnya. “Paradigma kawula muda Betawi yang kurang giat dan belum memiliki kesadaran berpendidikan tinggi juga perlu dikikis,” papar Fawzy.
Saat ini budaya Betawi terbelenggu di antara gegap gempita kejutan budaya lintas generasi. Yakni, mulai dari baby boomer, milenial, sampai gen-Z yang semakin kritis dan dahaga akan hal baru.
Fawzy O’nishi |
“Bila kita sempat mengidentifikasi dan hendak berupaya menjaga aset budaya bangsa, niscaya kita akan bertanya: Mengapa kini tradisi dan adat istiadat Betawi tampak ada dalam situasi ketidakmerataan?” tanya Fawzy, yang membandingkannya dengan keseluruhan Heritage Nusantara (dh).